Pengertian
Alih Teknologi
Tentang istilah “alih” atau “pengalihan” merupakan
terjemahan dari kata transfer. Sedang
kata transfer berasal dari bahasa latin transfere yang berarti jarak lintas
(trans, accross) dan ferre yang berarti memuat (besar). Kata alih atau
pengalihan banyak dipakai para ahli dalam berbagai tulisan, walaupun adapula
yang menggunakan istilah lain seperti “pemindahan” yang diartikan sebagai
pemindahan sesuatu dari satu tangan ke tangan yang lain, sama halnya dengan
pengoperan atau penyerahan. Pendapat inilah yang menekankan makna harfiahnya,
pendapat lain dengan istilah “pelimpahan” sedangkan para ahli menghendaki makna
esensinya dengan memperhatikan insir adaptasi, asimilasi, desiminasi atau
difusikannya obyek yang ditransfer (teknologi).
Apa yang dikemukakan Marzuki pada definisi teknologi di
atas memang tepat karena technical know-how merupakan sesuatu yang
menentukan bagi terciptanya peralatan guna memproduksi barang dan jasa. Dapat
dikemukakan bahwa technical know how itulah yang memungkinkan terciptanya
alat-alat itu. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan berdasarkan apa yang dikemukakan Marzuki tersebut
bahwa alih teknologi sebenarnya alih mengenai technical know-how, yaitu rahasia
dibalik peralatan untuk memproduksi barang dan jasa.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005
definisi alih teknologi dikemukakan sebagai berikut:
“ Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang
berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke
dalam negeri atau sebaliknya.”
Pengaturan
Alih Teknologi secara Internasional dan Nasional
a.
Pengaturan pada TRIPs
Merujuk Pasal 7 dan Pasal 8, dapat
ditafsirkan bahwa persoalan alih teknologi menjadi perhatian utama dalam TRIPs.
Ketentuan pasal 7 secara tegas mengatakan pentingnya alih teknologi bagi
peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dari negara peserta TRIPs. Pasal 8
lalu menekankan pada perlunya perlindungan pada kesejahteraan masyarakat dan
gizi, serta untuk menggalakkan sektor-sektor yang vital untuk kepentingan
publik, yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan teknologi dan sosio
ekonomis negara peserta TRIPs.
b.
Pengaturan pada Ketentuan Hukum di Indonesia
Ketentuan mengenai alih teknologi lebih
jauh terdapat dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Undang-undang yang mulai berlaku sejak 29 juli 2002 tersebut menyatakan bahwa
alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badán, atau orang, baik yang berada di
lingkungan dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri
dan sebaliknya.
Terkait dengan alih teknologi dalam
lingkup HKI, Pasal 17 menyebutkan bahwa kerja sama internasional dapat
diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan
partisipasi dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional. Ketentuan ini
lantas dipertegas melalui pasal 23 yang menyatakan bahwa Pemerintah menjamin
perlindungan bagi HKI yang dimiliki oleh perseorangan atau lembaga sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tidak secara eksplisit menyatakan perlunya alih teknologi.
Meskipun begitu, keberadaan ketentuan mengenai lisensi paten dalam
undang-undang ini secara tidak langsung telah mengamanatkan upaya alih
teknologi melalui pemberian lisensi paten.
Ketentuan dan Syarat pada Alih
Teknologi
Penyerahan
suatu atau beberapa hak teknologi (lisensi) dari lisencor kepada lisencee
perlu ditundukkan pada sejumlah ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh
kedua belah pihak[8] karena
dalam ketentuan dan syarat tersebut masing-masing menentukan “bussiness expectation” dari komitmen
hukum yang diperjanjikan. Melalui ketentuan dan syarat tersebut hak (keuntungan
yang diharapkan) dan kewajiban (pengorbanan) masing-masing pihak ditetapkan
seimbang dan adil.
Diantara
berbagai ketentuan dan syarat tersebut yang perlu mendapat perhatian utama
diantaranya:
a.
Eksklusifitas
atau non-eksklusifitas
Pemberian dan penerimaan
lisensi dapat bersifat eksklusif dan non-eksklusif, dapat ditinjau dari segi lisencor atau lisencee dengan kepentingan yang berbeda-beda. Untuk kepentingan
pemasaran yang luas, Licensor biasanya menghendaki pemberian lisensi yang
non-ekslusif, sehingga lisensi itu dapat digunakan oleh lebih banyak lisencee.
b.
Pembatasan
jenis kegiatan
Biasanya lisensi tidak diberikan tanpa batas, dan
pembatasan tersebut dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut
diantaranya:
1) Lisencee dapat menerima hak
know how untuk memproduksi serta menggunakan merek dagang untuk menjual produk
yang bersangkutan.
2) Lisencee dapat menerima hak
know how untuk memproduksi, tetapi hak menggunakan merek dagang diberikan
kepada Licensee lain guna memasarkannya.
3) Lisencee hanya mendapatkan hak
untuk menggunakan merek perusahaan dalam menjalankan usahanya sendiri.
Lisencee
tergantung dari keadaan, bahkan dapat menerima hak know how, hak untuk
mengembangkan, hak untuk memasarkan, termasuk mengekspor ke wilayah hukum lain.[9]
IMPLIKASI
KONTRAK LISENSI PATEN DI INDONESIA
1.
Kontrak Lisensi Paten sebagai
Penyebab Alih Teknologi
Dalam
Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten diberi pengaturan mengenai
lisensi pada pasal 69-71. Lisensi paten ini dilaksanakan dengan sistem
perjanjian dimana yang sering digunakan adalah kontrak dengan sistem
kontrak-baku[1]. Acuan
peraturan yang digunakan dalam kontrak baku ini adalah pasal 1320 KUH Perdata
mengenai syarat sahnya perjanjian, pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas
kebebasan berkontrak, pasal 1234 KUH Perdata mengenai prestasi, dan pasal 1365
KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum pada perjanjian.
Adanya kontrak inilah yang menyebabkan alih
teknologi di Indonesia, sehingga dengan kata lain bahwa alih teknologi adalah
akibat dari adanya regulasi dan kebijakan pemerintah yang membolehkan lisensi
paten dengan sistem kontrak.
2.
Peran Pemerintah pada Kontrak
Lisensi Paten di Indonesia
Peran pemerintah dalam hal ini
lembaga terkait yaitu Kementrian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum
Nasional adalah merumuskan peraturan pemerintah sebagai acuan pelaksanaan untuk
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Peran pengawasan dan pelaksanaan
dilakukan oleh unit dari Kementrian Hukum dan HAM yaitu Dirjen HKI lebih khusus
lagi Direktorat Paten. Setiap kontrak lisensi paten harus didaftarkan kepada
Direktorat Paten. Namun pada praktek pelaksanaannya belum maksimal. Masih
sangat sedikit kontrak lisensi paten yang didaftarkan. Sehingga proses
pemantauan terhadap kontrak itu sendiri masih sangat sulit.
Secara umum dalam proses alih
teknologi ada 5 pihak yang terkait, yaitu[2]:
a. Pemilik teknologi sebagai pihak
yang memberi teknologi
b. Negara pemilik teknologi
c. Penerima teknologi
d. Negara penerima teknologi
e. Lembaga-lembaga internasional /
PBB
Mengingat
teknologi sudah menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh semua negara maka peranan
organisasi dan masyarakat internasional menjadi lebih menonjol. Untuk itu maka
pelaksanaan diawali dengan mengungkap posisi dari masyarakat internasional.
Kemudian disusul dengan posisi pemilik teknologi dan penerima teknologi dan penerima teknologi
dan akhirnya dibahas posisi pemilik dan penerima teknologi, masing-masing dikupas
segi-segi peluang yang dapat diperoleh dan resiko yang harus dihadapi. Pada
suatu kontrak timbul kebutuhan hubungan kontraktual, yaitu adanya konsensus
selanjutnya dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis.
Untuk
itu pemerintah ikut campur dalam perkembangan hukum perjanjian diantaranya
melalui perundang-undangan, kebijaksanaan, kerjasama bilateral atau
multilateral dengan negara lain dan sebagainya. Penanaman Modal Asing (PMA)
yang bergabung dengan Perusahaan Nasional dalam bentuk usaha Joint Venture.
Kontrak lisensi paten yang diadakan antara pemilik teknologi dengan penerima
teknologi diawali dengan penawaran dari pemilik teknologi kepada penerima
teknologi.
Selanjutnya
apabila lisensee setuju dengan teknologi yang ditawarkan maka dibuat kontrak lisensi
paten disertai syarat-syarat yang dikemukakan oleh lisensor. Lisensee akan
menandatangani kontrak tersebut apabila lisensee sebagai penerima teknologi
setuju dengan syarat-syarat teknologi yang dikemukakan. Pada kontrak lisensi
paten, penerima teknologi dituntut agar dalam pengoperasian teknologi tersebut
melaksanakan substansi perjanjian dengan itikad baik dan memperhatikan asas
kepatutan. Kontrak teknologi tersebut dibuat dalam jangka waktu yang tertentu
dengan membayar sejumlah uang sebagai kompensasi atas lisensi paten yang
digunakan.
Ditinjau
dari segi pembuatan kontrak antara lisensor dengan lisensee, pihak lisensee
lebih mengutamakan pada kebutuhan teknologi pada saat kontrak lisensi paten
dibuat, sedang pelaksanaan kontraknya sangat tergantung pada lisensor sebagai
pemilik teknologi. Dengan demikian pemilik teknologi yang mempunyai hak
monopoli atas patennya, karena tidak ada standar baku tentang susunan kontrak
lisensi yang diadakan semuanya tergantung pada klausula dalam kontrak serta
sesuai dengan kebutuhan teknologi,
Sistem perjanjian lisensi ini tumbuh dan berkembang dalam praktik sesuai dengan
perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sesuai dengan sistem terbuka perjanjian
lisensi tidak dilarang. Karena itu, diperbolehkan adanya perjanjian-perjanjian
yang dibuat oleh para pihak meskipun tidak diatur dalam KUH Perdata.
Menurut
pendapat Etty Susilowati, penerima teknologi memberikan batasan-batasan
tertentu atau restriction yang tercantum pada pasal 1320 ayat 2 dan pasal 1338
ayat 3 KUH Perdata serta pembatasan pasal 78 UU Paten, yang bertujuan untuk
mengurangi adanya pembatasan-pembatasan yang dikehendaki oleh pemilik
teknologi. Akan tetapi pada kontrak yang diadakan para pemilik teknologi juga
memberikan pembatasan tertentu dalam rangka melindungi teknologi yang
dilisensikan, sehingga teknologi tersebut tetap aman selama digunakan oleh
penerima teknologi. Adanya pembatasan yang ditanyakan oleh pemilik maupun
penerima teknologi, secara riil terbukti bahwa masing-masing pihak ingin
melindungi substansi kontrak yang diadakan untuk mengurangi resiko seminimal
mungkin.
Untuk
memahami hak dan kewajiban masing-masing menurut penulis akan lebih sistematis
apabila kontrak yang diadakan dibagi menjadi tiga tahapan seperti yang
dikemukakan oleh Van Dunne, yaitu tahap pra kontraktual, tahap kontraktual dan
tahap pasca kontraktual.
Hal ini untuk mempermudah mengamati hak dan kewajiban masing-masing, khususnya
apabila salah satu pihak tidak menepati janji atau wanprestasi, maka tanggung
jawab yuridis terletak pada tahapan yang mana? Pada tahapan pra kontraktual
secara jelas di sini belum ada tanggung jawab yuridis, sedang tahapan kontrak
dan paska kontrak akan tampak tanggung jawab dari para pihak, dan akan tampak
ada alih teknologi atau tidak.
Tataran
teoritis pada suatu kontrak dideskripsikan mengenai evolusi hukum kontrak yang
menggambarkan bahwa hukum kontrak perlu dilihat dalam kerangka kepentingan para
pihak, kepentingan sosial dan kepentingan pihak ketiga. Dengan kata lain
hubungan antara hukum perundang-undangan dan hukum kontrak sama-sama dalam
rangka pengembangan kelembagaan demi perlindungan dan jaminan kepentingan
segitiga yaitu antara pemerintah, pihak yang berkontrak dan subyek hukum lain.
Seperti
yang dikemukakan oleh Stewart Macaulay bahwa apabila pada kontrak yang dibuat
secara terencana dan memberikan sanksi hukum, sehingga lebih banyak keuntungan
daripada kerugian bagi para pihak maka kontrak tersebut sangat bermanfaat. Akan
tetapi apabila ternyata sebaliknya maka para pihak akan memilih tidak sesuai
dengan kontrak yang dibuat(cenderung tidak melihat kontrak tersebut).
EFEKTIFITAS KONTRAK LISENSI
PATEN DI INDONESIA
Friedmann mengemukakan bahwa
hukum terdiri dari 3 komponen utama yaitu substansi, struktur dan kultur hukum.
Untuk itu analisis terhadap efektifitas kontrak lisensi paten di Indonesia akan
di tinjau berdsar 3 komponen utama di atas.
1.
Ditinjau
dari Substansi Hukum
Dari substansi Undang-undang No. 14
tahun 2001, terdapat beberapa permasalahan berkenaan dengan pemberian lisensi
paten bagi kepentingan alih teknologi di Indonesia meliputi:
a. Sifat
Eklusifitas dari Pemberian Lisensi Paten
Perjanjian lisensi paten mengenai dua
jenis istilah, yakni lisensi paten yang bersifat eksklusif dan lisensi paten
yang bersifat non-eksklusif. Undang-undang No. 14 tahun 2001 mengatur hak-hak
khusus untuk pemilik paten atau pemegang paten untuk membuat, menggunakan, atau
menjual produk atau proses yang dipatenkan olehnya sendiri atau memberikan
kepada orang lain lisensi untuk membuat, menggunakan atau menjual produk atau
proses yang dipatenkan tersebut. Perbedaan antara lisensi yang bersifat
eksklusif dan non-eksklusif tidak teruraikan dengan jelas. Pasal 69 hanya
menyebutkan bahwa pemilik paten berhak untuk memberikan lisensi kepada orang
lain berdasarkan perjanjian lisensi dan meliputi ruang lingkup semua tindakan
selama jangka waktu lisensi di seluruh wilayah Indonesia.
Pasal 70 menyatakan bahwa kecuali
diperjanjikan lain, pemegang paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau
memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatannya.
Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa Indonesia menganut jenis perjanjian
lisensi paten yang bersifat non-eksklusif. Namun batasan seperti apa pembagian
eksklusif dan non eksklusif sekali lagi tidak tercantum dalam undang-undang
ini.
Dibandingkan dengan Jepang, mereka
menganut dua jenis perjanjian lisensi yaitu perjanjian eksklusif sen-yo (sen'yo
jisshi ken) untuk hak penggunaan secara eksklusif, dan lisensi non-eksklusif
tsujo (tsujo jisshi ken) yaitu hak penggunaan secara biasa atau lisensi
non-eksklusif. Dalam perjanjian lisensi eksklusif sen-yo, perjanjian lisensi
ini tidak sah berlaku bagi pihak ketiga hingga perjanjian tersebut terdaftar
pada buku register kantor paten setempat. Barulah setelah proses tersebut
penerima lisensi mempunyai hak untuk menghentikan pihak-pihak lain dari
penggunaan tanpa hak atau tanpa izin terhadap penemuan yang dipatenkan itu.
Selain itu, penerima lisensi berhak pula untuk menuntut melalui pengadilan gugatan
ganti rugí terhadap pelanggaran yang terjadi. Hal iríi karena penerima lisensi
eksklusif sen-yo mempunyai hak eksklusif atas pemanfaatan penemuan yang
dipatenkan sehingga pemberi lisensi atau pemilik paten tidak dapat menggunakan
penemuan yang dipatenkan itu di wilayah penerima lisensi, apabila tidak
memperoleh izin dari penerima lisensi tersebut.
Dengan tidak tegasnya pengaturan
mengenai jenis perjanjian lisensi paten dalam Undang-undang 14 Tahun 2001, maka
dalam prakteknya justru berpotensi melemahkan posisi dari penerima lisensi
karena hanya berlandaskan pada perjanjian antara kedua belah pihak, tanpa
memperhatikan keeksklusifannya. Lemahnya posisi penerima lisensi akan berimbas
pada terhambatnya pemanfaatan teknologi yang diharapkan. Terlebih lagi, kecenderungan
pihak penerima lisensi yang notabene berasal dari negara berkembang yang
cenderung memiliki posisi tawar lemah, jika mengadakan perjanjian dengan
pihak-pihak yang berasal dari negara maju.
b. Sistem
Pembayaran Royalti
Royalti merupakan subsistem terpenting
yang mempengaruhi kualitas hubungan antara pemberi dan penerima lisensi. Bagi
pemberi lisensi, royalti adalah imbalan baginya karena telah menghabiskan
waktu, biaya, dan percobaan untuk memperoleh penemuan baru tersebut. Sehingga
sedapat mungkin pemberi lisensi atau pemilik paten berharap untuk memperoleh
royalti yang tinggi dari penerima lisensi.
Perjanjian lisensi di Indonesia hingga
saat ini masih berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Belum terdapat
aturan yang membatasi para pihak yang terlibat dalam perjanjian lisensi. Dalam
pasal 78, mekanisme pembayaran royalti hanya dijelaskan dalam lisensi wajib
saja dimana dikatakan bahwa besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara
pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal. Selanjutnya, penetapan
besarnya royalti ini dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim
dilakukan dalam perjanjian lisensi paten atau perjanjian lain yang sejenis.
Terhadap lisensi biasa, mekanisme pembayaran royalti diserahkan kepada
perjanjian diantara para pihak.
c. Tentang
Jangka Waktu Lisensi
Terkait jangka waktu lisensi, Pasal 76
ayat 3 menyebutkan bahwa lisensi-wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak
lebih lama daripada jangka waktu perlindungan Paten. Sedangkan mengenai lisensi
biasa kesepakatan berdasarkan pada persetujuan para pihak. Namun mekanisme
mengenai jangka waktu lisensi ini bisa saja menimbulkan sejumlah permasalahan
seperti apakah penerima lisensi masih harus membayar royalti meskipun paten itu
telah berakhir atau kadaluwarsa atau telah menjadi milik umum? Dan apakah
penerima lisensi atau orang lain harus menyatakan kepada pemberi lisensi, jika
ia ingin memanfaatkan paten terhadap paten yang telah menjadi milik umum itu? Pada
prakteknya, di Indonesia setelah jangka waktu lisensi paten berakhir, maka
pemilik lisensi berusaha melindungi teknologinya dengan jenis perlindungan HKI
lainnya.
Kondisi Alih Teknologi di Indonesia
Indonesia
terancam kehilangan separuh Ahli Teknologi nuklir .
Indonesia
bakal kehilangan hampir separuh tenaga ahli nuklir yang bertugas di Kementerian
Riset dan Teknologi. Itu lantaran para ahli nuklir tersebut harus memasuki masa
pensiun. "Banyaknya tenaga ahli nuklir yang masuk masa pensiun ini, tentu
saja akan banyak berpengaruh pada program pengembangan teknologi dan energi
nuklir," kata Kepala Pusat Reaktor Serbaguna GA Siwabessy Serpong, Alim
Tarigan .
Saat
ini Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) memiliki 3.000 pegawai dan ratusan orang
diantaranya berstatus tenaga ahli. Mengantisipasi kekosongan tenaga ahli
tersebut, Kemenristek kini memberikan beasiswa kepada ratusan putra Indonesia
untuk mempelajari berbagai hal tentang nuklir. Kemampuan para tenaga ahli
nuklir Indonesia saat ini belum berfungsi maksimal. Karenanya, masih banyaknya
kendala program pengembangan energi nuklir di Indonesia. Pengembangan nuklir
nasional, kata dia, belum mendapatkan dukungan dari masyarakat maupun
perusahaan secara luas. Karena, masih ada kekhawatiran tentang berbagai hal
akibat kurangnya sosialisasi tentang manfaat nuklir bagi perkembangan
teknologi. "Terkendalanya program pengembangan energi nuklir di Indonesia,
membuat para tenaga ahli yang ada tidak bisa dimanfaatkan keahliannya secara
maksimal," katanya.
Padahal,
tambah Alim Tarigan, Indonesia sudah sangat siap untuk mengembangkan nuklir
menjadi energi guna mengantisipasi ancaman krisis energi. Lebih jauh, Indonesia
sudah cukup berpengalaman dalam pengelolaan energi nuklir. Hal tersebut terbukti
dari berdirinya reaktor serbaguna di sejumlah daerah seperti Serpong, Bandung
dan Jogya sejak 26 tahun lalu. Sejauh ini keberadaan reaktor serbaguna tersebut
untuk kepentingan penelitian, produksi, industri, kesehatan dan pertanian.
Peran Pemerintah Dalam Proses Alih
Teknologi
Pengaturan
tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam kerangka untuk masuknya
teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi, pemegang hak
cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian
lisensi[1]. Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama
dalam kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir
segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan.Pihak-pihak dapat
memulainya pada pengadilan negeri untuk menggunakan paten tersebut dan kepada
pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus memberikan royalti yang
wajar kepada pihak pemegang paten tersebut.
Alih
teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari negara maju berkembang
dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi
yang dibutuhkan. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut :
·
Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli
perorangan.
Dengan
cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi,yang berupa
teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok
untuk industri kecil dan menenqah.
·
Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin
dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
·
Perjanjian lisensi dalam teknologi si
pemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memberikan hak kepada
setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
Kebijaksanaan
pemerintah menerbitkan ketentuan perundang-undangan tentang penanaman modal
asing merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan
pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.
Alih
teknologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada
hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta,
keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi Penanaman Modal Asing
selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property
Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan, pada
tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan disinyalir
IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.
Kesadaran Masyarakat & Peranan
IT Dalam Alih Teknologi
Atasi banjir dengan Teknologi
canggih dan juga dengan Kesadaran Masyarakat
Di
negara kita Indonesia ini, banjir merupakan suatu bencana yang ada dan muncul
di setiap tahun, terutama Jakarta. Buruknya infrastruktur dan perencanaan tata
kota yang tidak optimal yang akan menyebabkan banjir dan mengakibatkan tanah
longsor, kerusakan jalan, bangunan, perumahan dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah
harus memikirkan cara baru untuk menangai masalh tersebut, agar bisa diatasi.
Termasuk pembangunan infrastruktur, pemeliharaan jangka panjang, dan
membutuhkan beberapa tenaga ahli teknologi untuk menciptakan
terobosan-terobosan yang sangat efektif untuk masalah banjir ini.
Salah
satu hal nyata yang bisa dijadikan sebagai solusi masalah ini adalah model 3D
wilayah kota yang mampu membuat masyarakat umum memahami bagaimana dan hal apa
saja yang perlu diutamakan sebagai upaya pemulihan setelah bencana, sehingga
perbaikan dapat dilakukan sesegera mungkin. Model 3D tersebut dapat digunakan
untuk merencanakan pembangunan kota secara lebih efektif di masa mendatang.
Selain
itu model 3D ini juga dapat digunakan untuk meramal cuaca dan membaca
tanda-tanda bencana yang mungkin akan terjadi. Dengan demikian, kita akan lebih
mampu untuk mengantisipasi dan melakukan aksi-aksi pencegahan. Teknologi
canggih itu juga tidak akan cukup tanpa adanya kesadaran masyarakatnya sendiri.
Dibutuhkan kesadaran manusianya dan kemauan penuh untuk bekerja sama
menaggulangi bencana banjir dan bencana-bencana yang lainnya.
Peran Ti Dalam
Alih Teknologi
Pemanfaatan atau implementasi
teknologi dalam alih teknologi akan memberikan dampak yang cukup signifikan
bukan hanya dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap budaya kerja baik secara
personal, antar unit, maupun keseluruhan institusi.
Berdasarkan strukturnya,
pemanfaatan teknologi informasi diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu:
- Perbaikan efisiensi : Pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan efisiensi diterapkan pada level operasional organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan penurunan waktu dan biaya proses.
- Perbaikan efektivitas : Pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan efektifitas diterapkan pada level manajerial organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan kemudaan dan kecepatan memperoleh status pencapaian target organisasi.
- Strategic Improvement : Pemanfaatan teknologi informasi untuk strategic improvement (perbaikan daya saing) diterapkan pada level eksekutif organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan kemudahan dan ketepatan pengambilan keputusan oleh eksekutif.
Lisensi Sebagai Salah Satu Mekanisme Alih Teknologi
GBHN 1994 – 2004, Bab 1 A dinyatakan
bahwa Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komperatif ,sebagai negara maritim dan agraris sesuai
kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah , terutama pertanian
dalam arti luas , kehutanan , kelautan , pertambangan , pariwisata
,serta industri kecil dan kerajinan rakyat. Dan untuk mewujudkan hal
tersebut maka pemanfaatan alih teknologi atas kekayaan intelektual serta
hasil kegiatan penelitian dan pengembangan mampu memanfaatkan dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan masyarakat dan
negara.
Untuk itu perangkat hukum sebagai sarana
pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan pengaturan terhadap
perkembangan baru khususnya dalam pemanfaatan alih teknologi tersebut .
untuk itu alih teknologi harus dapat diatur secara hukum Indonesia,
sebagai negara berkembang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio ekonomi
nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi dan
memasukkan teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri
kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat yang
menguntungkan bagi kepentingan nasional berarti akan memperbesar peranan
tersebut Indonesia dalam upaya mensejahtrakan masyarakatnya .
Pengaturan tentang alih teknologi perlu
diperhatikan dalam kerangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia,
apakah melalui kerjasama lisensi, pemegang hak cipta berhak memberikan
lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi[1].
Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama dalam
kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir
segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan.Pihak-pihak
dapat memulainya pada pengadilan negeri untuk menggunakan paten
tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus
memberikan royalti yang wajar kepada pihak pemegang paten tersebut.
Berdasarkan kategori di atas jelas
terlihat bahwa penggunaan teknologi baru atau alih teknologi harus
mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar
dari peniruan teknologi lain, dan hal ini sejalan dengan persetujuan
Pemindahan Teknologi Dalam Aspek-aspek Hukum Dari Pengaruh Teknologi,
umumnya tentang tarif dan perdagangan yang merupakan perjanjian
perdagangan yang pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas.yang diharapkan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi danpembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.
Persetujuan TRIP’s memuat
norma-norma dan standard perlindungan bagi kekayaan intelektual manusia
dan menempatkan perjanjian Internasional di bidang hak atas kekayaan
intelektual sebagai dasar pengaturan hukum dalam bidang alih teknologi
baik yang berkaitan dengan lisensi .Untuk itu perlu menjabarkan dengan
tegas dan harus bagaimana mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik
teknologi asing kepada teknologi Indonesia,sehinga produksi suatu
teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.
B. Mekanisme Alih Teknologi yang Berlaku
Alih teknologi dari suatu negara kenegara
lain, umumnya dari negara maju berkembang dapat dilakukan dengan
berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi yang
dibutuhkan. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut.5
- Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli perorangan.
Dengan cara ini negara berkembang bisa
dengan mudah mendapatkan teknologi,yang berupa teknik dan proses
manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri
kecil dan menenqah.
- Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
- Perjanjian lisensi dalam teknologi si pemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memberikan hak kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan
ketentuan perundang-undangan tentang penanaman modal asing merupakan
langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing
yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.
Alih teknologi pada kenyataannya harus
dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi
komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta, keadaan tersebut
makin tertampilkan karena alih teknologi Penanaman Modal Asing selalu
dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property
Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan,
pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan
disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.
Kita dapat melihat bahwa alih teknologi
bukan merupakan hal yang mudah dan murah tapi sesuatu yang mahal.
Membutuhkan perhitungan yang matang dalam kerangka memajukan teknologi
dalam era globalisasi. Indonesia dalam menghadapi era globalisasi mau
tidak mau harus berani menerapkan perjanjian alih teknologi dalam
kerangka menghindarkan ketertinggalan dengan negara lain pada era
globalisasi.
Globalisasi akan merupakan peluang bila
mana kita siap dan dapat memanfaatkannya dengan baik serta berusaha
mengatasi bahaya-bahayanya bagi kehidupan nasional. Sebaiknya akan
menimbulkan musabab apabila kita tidak siap dengan global vision dan
hanyut bersama sisi-sisi berbahaya bagi kehidupan nasional tersebut
antara lain adalah saling ketergantungan antara bangsa semakin meningkat
berlakunya standar-standar baku antara nasional di berbagai kehidupan
kecenderungan melemahnya ikatan-ikatan etponosentrik dan ikatan-ikatan
nasional, dominasi modal asing dan peran serta yang paling kuat,
berkembangnya konsep kesejahteraan regional dan global serta perobahan
sosial yang sangat cepat.Untuk
itu perlu diperhatikan pengembangan peraturan akhir teknologi dengan
memperhatikan peringkat hukum nasional, regional dan internasional.
Penerapan peraturan,tersebut sangat
penting artinya dalam usaha memajukan produksi negara berkembang yang
akan di pasarkan kepasar regional dan global untuk itu maka Indonesia
harus segera menerapkan ahli teknologi dalam bidang penerimaan modal
asing, paten dan merek. Lisensi merupakan cara untuk ahli teknologi
perjanjian lisensi merupakan perjanjian antara pemilik teknologi dengan
negara berkembang dalam memproduksi suatu produk.
C. Perjanijian Lisensi Dalam Alih Teknologi.
Pada umumnya bagi negara-negara yang
telah memiliki perundangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi
yaitu lisensi wajib, lisensi karena permufakatan dan lisensi karena
berlakunya hukum.Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada
pengaturan pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang
dipergunakan.Lisensi karena permupakatan yaitu seorang atau badan hukum
menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan patennya
kepada orang lain melalui suatu kontrak.
Berdasarkan pada pernyataan di atas
seseorang atau badan hukum dapat menggunakan teknologi orang lain untuk
diproduksi, asalkan teknologi itu sudah melewati jangka waktu tertentu
dan belum dilaksanakan di Indonesia dimana paten tersebut
didaftarkan.Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan.
Pasar dan penerima lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang
paten dengan harga yang mereka sepakati bersama.Pasal
21 UU paten; Dalam suatu hal produk diimpor ke Indonesia dan proses
untuk pemegang paten berhak untuk melindungi paten tersebut.Dengan
demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru dan dilisensi tanpa
persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih dapat
melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia.
Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi
antara pihak asing dan Indonesia dapat didaftarkan perjanjian tersebut
kepada kantor paten. Bagaimana kalau para pihak mamakai asas
konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak mendaftarkan kontrak
mereka ke kontor paten. Untuk itu diminta kepada investor asing untuk
mendaftarkan lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat
terlindungi.
Kesimpulan
Dari uraian diatas tersebut maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut, diantaranya yaitu:
- Pengalihan teknologi diperlukan bagi negara berkembang untuk memajukan produknya dalam era globalisasi.
- Pengaturan tentang alih teknologi diatur secara tegas agar orang/badan hukum tidak dengan mudah mengalihkan teknologi asing.
- Perlindungan teknologi asing sangat diperlukan dalam rangka penanaman modal asing.
- Lisensi suatu alternatif untuk melakukan alih teknologi, dalam rangka mengejar ketinggalan teknologi.
- http://kurniowen.blogspot.com/2012/06/kontrak-lisensi-alih-teknologi-di.html
- Peter Mahmud Marzuki, Loc.cit
- Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih Teknologi, (Bandung: Alumni, 1993) halaman 59
- http://bukuarum.blogspot.com/2014/01/atasi-banjir-dengan-teknologi-canggih.html
- http://saifurublog.blogspot.com/2014/05/proses-alih-teknologi-di-indonesia.html
- http://ramaanggoro.blogspot.com/2014/05/proses-alih-teknologi-di-indonesia.html
- http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/lisensi-sebagai-salah-satu-mekanisme-alih-teknologi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar