Kamis, 12 Juni 2014

Proses alih teknologi di INDONESIA

Pengertian Alih Teknologi
 
Tentang istilah “alih” atau “pengalihan” merupakan terjemahan dari kata transfer. Sedang kata transfer berasal dari bahasa latin transfere yang berarti jarak lintas (trans, accross) dan ferre yang berarti memuat (besar). Kata alih atau pengalihan banyak dipakai para ahli dalam berbagai tulisan, walaupun adapula yang menggunakan istilah lain seperti “pemindahan” yang diartikan sebagai pemindahan sesuatu dari satu tangan ke tangan yang lain, sama halnya dengan pengoperan atau penyerahan. Pendapat inilah yang menekankan makna harfiahnya, pendapat lain dengan istilah “pelimpahan” sedangkan para ahli menghendaki makna esensinya dengan memperhatikan insir adaptasi, asimilasi, desiminasi atau difusikannya obyek yang ditransfer (teknologi).
Apa yang dikemukakan Marzuki pada definisi teknologi di atas memang tepat karena technical know-how merupakan sesuatu yang menentukan bagi terciptanya peralatan guna memproduksi barang dan jasa. Dapat dikemukakan bahwa technical know how itulah yang memungkinkan terciptanya alat-alat itu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan berdasarkan apa yang dikemukakan Marzuki tersebut bahwa alih teknologi sebenarnya alih mengenai technical know-how, yaitu rahasia dibalik peralatan untuk memproduksi barang dan jasa.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005 definisi alih teknologi dikemukakan sebagai berikut:
Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya.”
Pengaturan Alih Teknologi secara Internasional dan Nasional
 
a.      Pengaturan pada TRIPs
Merujuk Pasal 7 dan Pasal 8, dapat ditafsirkan bahwa persoalan alih teknologi menjadi perhatian utama dalam TRIPs. Ketentuan pasal 7 secara tegas mengatakan pentingnya alih teknologi bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dari negara peserta TRIPs. Pasal 8 lalu menekankan pada perlunya perlindungan pada kesejahteraan masyarakat dan gizi, serta untuk menggalakkan sektor-sektor yang vital untuk kepentingan publik, yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan teknologi dan sosio ekonomis negara peserta TRIPs.
 
b.      Pengaturan pada Ketentuan Hukum di Indonesia
Ketentuan mengenai alih teknologi lebih jauh terdapat dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Undang-undang yang mulai berlaku sejak 29 juli 2002 tersebut menyatakan bahwa alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badán, atau orang, baik yang berada di lingkungan dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya.
Terkait dengan alih teknologi dalam lingkup HKI, Pasal 17 menyebutkan bahwa kerja sama internasional dapat diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan partisipasi dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional. Ketentuan ini lantas dipertegas melalui pasal 23 yang menyatakan bahwa Pemerintah menjamin perlindungan bagi HKI yang dimiliki oleh perseorangan atau lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tidak secara eksplisit menyatakan perlunya alih teknologi. Meskipun begitu, keberadaan ketentuan mengenai lisensi paten dalam undang-undang ini secara tidak langsung telah mengamanatkan upaya alih teknologi melalui pemberian lisensi paten.
Ketentuan dan Syarat pada Alih Teknologi
 
Penyerahan suatu atau beberapa hak teknologi (lisensi) dari lisencor kepada lisencee perlu ditundukkan pada sejumlah ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak[8] karena dalam ketentuan dan syarat tersebut masing-masing menentukan “bussiness expectation” dari komitmen hukum yang diperjanjikan. Melalui ketentuan dan syarat tersebut hak (keuntungan yang diharapkan) dan kewajiban (pengorbanan) masing-masing pihak ditetapkan seimbang dan adil.
Diantara berbagai ketentuan dan syarat tersebut yang perlu mendapat perhatian utama diantaranya:
 
a.       Eksklusifitas atau non-eksklusifitas
Pemberian dan penerimaan lisensi dapat bersifat eksklusif dan non-eksklusif, dapat ditinjau dari segi lisencor atau lisencee dengan kepentingan yang berbeda-beda. Untuk kepentingan pemasaran yang luas, Licensor biasanya menghendaki pemberian lisensi yang non-ekslusif, sehingga lisensi itu dapat digunakan oleh lebih banyak lisencee.
b.      Pembatasan jenis kegiatan
Biasanya lisensi tidak diberikan tanpa batas, dan pembatasan tersebut dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut diantaranya:
1)      Lisencee dapat menerima hak know how untuk memproduksi serta menggunakan merek dagang untuk menjual produk yang bersangkutan.
2)      Lisencee dapat menerima hak know how untuk memproduksi, tetapi hak menggunakan merek dagang diberikan kepada Licensee lain guna memasarkannya.
3)      Lisencee hanya mendapatkan hak untuk menggunakan merek perusahaan dalam menjalankan usahanya sendiri.
Lisencee tergantung dari keadaan, bahkan dapat menerima hak know how, hak untuk mengembangkan, hak untuk memasarkan, termasuk mengekspor ke wilayah hukum lain.[9]
 
IMPLIKASI KONTRAK LISENSI PATEN DI INDONESIA
 
1.         Kontrak Lisensi Paten sebagai Penyebab Alih Teknologi
Dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten diberi pengaturan mengenai lisensi pada pasal 69-71. Lisensi paten ini dilaksanakan dengan sistem perjanjian dimana yang sering digunakan adalah kontrak dengan sistem kontrak-baku[1]. Acuan peraturan yang digunakan dalam kontrak baku ini adalah pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian, pasal 1338 KUH Perdata mengenai asas kebebasan berkontrak, pasal 1234 KUH Perdata mengenai prestasi, dan pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum pada perjanjian.
 Adanya kontrak inilah yang menyebabkan alih teknologi di Indonesia, sehingga dengan kata lain bahwa alih teknologi adalah akibat dari adanya regulasi dan kebijakan pemerintah yang membolehkan lisensi paten dengan sistem kontrak.
2.         Peran Pemerintah pada Kontrak Lisensi Paten di Indonesia
Peran pemerintah dalam hal ini lembaga terkait yaitu Kementrian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah merumuskan peraturan pemerintah sebagai acuan pelaksanaan untuk Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Peran pengawasan dan pelaksanaan dilakukan oleh unit dari Kementrian Hukum dan HAM yaitu Dirjen HKI lebih khusus lagi Direktorat Paten. Setiap kontrak lisensi paten harus didaftarkan kepada Direktorat Paten. Namun pada praktek pelaksanaannya belum maksimal. Masih sangat sedikit kontrak lisensi paten yang didaftarkan. Sehingga proses pemantauan terhadap kontrak itu sendiri masih sangat sulit.   
Secara umum dalam proses alih teknologi ada 5 pihak yang terkait, yaitu[2]:
a.    Pemilik teknologi sebagai pihak yang memberi teknologi
b.    Negara pemilik teknologi
c.    Penerima teknologi
d.   Negara penerima teknologi
e.    Lembaga-lembaga internasional / PBB
Mengingat teknologi sudah menjadi komoditi yang dibutuhkan oleh semua negara maka peranan organisasi dan masyarakat internasional menjadi lebih menonjol. Untuk itu maka pelaksanaan diawali dengan mengungkap posisi dari masyarakat internasional. Kemudian disusul dengan posisi pemilik teknologi  dan penerima teknologi dan penerima teknologi dan akhirnya dibahas posisi pemilik dan penerima teknologi, masing-masing dikupas segi-segi peluang yang dapat diperoleh dan resiko yang harus dihadapi. Pada suatu kontrak timbul kebutuhan hubungan kontraktual, yaitu adanya konsensus selanjutnya dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis.
Untuk itu pemerintah ikut campur dalam perkembangan hukum perjanjian diantaranya melalui perundang-undangan, kebijaksanaan, kerjasama bilateral atau multilateral dengan negara lain dan sebagainya. Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergabung dengan Perusahaan Nasional dalam bentuk usaha Joint Venture. Kontrak lisensi paten yang diadakan antara pemilik teknologi dengan penerima teknologi diawali dengan penawaran dari pemilik teknologi kepada penerima teknologi.
Selanjutnya apabila lisensee setuju dengan teknologi yang ditawarkan maka dibuat kontrak lisensi paten disertai syarat-syarat yang dikemukakan oleh lisensor. Lisensee akan menandatangani kontrak tersebut apabila lisensee sebagai penerima teknologi setuju dengan syarat-syarat teknologi yang dikemukakan. Pada kontrak lisensi paten, penerima teknologi dituntut agar dalam pengoperasian teknologi tersebut melaksanakan substansi perjanjian dengan itikad baik dan memperhatikan asas kepatutan. Kontrak teknologi tersebut dibuat dalam jangka waktu yang tertentu dengan membayar sejumlah uang sebagai kompensasi atas lisensi paten yang digunakan.
Ditinjau dari segi pembuatan kontrak antara lisensor dengan lisensee, pihak lisensee lebih mengutamakan pada kebutuhan teknologi pada saat kontrak lisensi paten dibuat, sedang pelaksanaan kontraknya sangat tergantung pada lisensor sebagai pemilik teknologi. Dengan demikian pemilik teknologi yang mempunyai hak monopoli atas patennya, karena tidak ada standar baku tentang susunan kontrak lisensi yang diadakan semuanya tergantung pada klausula dalam kontrak serta sesuai dengan kebutuhan teknologi, Sistem perjanjian lisensi ini tumbuh dan berkembang dalam praktik sesuai dengan perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sesuai dengan sistem terbuka perjanjian lisensi tidak dilarang. Karena itu, diperbolehkan adanya perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak meskipun tidak diatur dalam KUH Perdata.
Menurut pendapat Etty Susilowati, penerima teknologi memberikan batasan-batasan tertentu atau restriction yang tercantum pada pasal 1320 ayat 2 dan pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata serta pembatasan pasal 78 UU Paten, yang bertujuan untuk mengurangi adanya pembatasan-pembatasan yang dikehendaki oleh pemilik teknologi. Akan tetapi pada kontrak yang diadakan para pemilik teknologi juga memberikan pembatasan tertentu dalam rangka melindungi teknologi yang dilisensikan, sehingga teknologi tersebut tetap aman selama digunakan oleh penerima teknologi. Adanya pembatasan yang ditanyakan oleh pemilik maupun penerima teknologi, secara riil terbukti bahwa masing-masing pihak ingin melindungi substansi kontrak yang diadakan untuk mengurangi resiko seminimal mungkin.
Untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing menurut penulis akan lebih sistematis apabila kontrak yang diadakan dibagi menjadi tiga tahapan seperti yang dikemukakan oleh Van Dunne, yaitu tahap pra kontraktual, tahap kontraktual dan tahap pasca kontraktual. Hal ini untuk mempermudah mengamati hak dan kewajiban masing-masing, khususnya apabila salah satu pihak tidak menepati janji atau wanprestasi, maka tanggung jawab yuridis terletak pada tahapan yang mana? Pada tahapan pra kontraktual secara jelas di sini belum ada tanggung jawab yuridis, sedang tahapan kontrak dan paska kontrak akan tampak tanggung jawab dari para pihak, dan akan tampak ada alih teknologi atau tidak.
Tataran teoritis pada suatu kontrak dideskripsikan mengenai evolusi hukum kontrak yang menggambarkan bahwa hukum kontrak perlu dilihat dalam kerangka kepentingan para pihak, kepentingan sosial dan kepentingan pihak ketiga. Dengan kata lain hubungan antara hukum perundang-undangan dan hukum kontrak sama-sama dalam rangka pengembangan kelembagaan demi perlindungan dan jaminan kepentingan segitiga yaitu antara pemerintah, pihak yang berkontrak dan subyek hukum lain.
Seperti yang dikemukakan oleh Stewart Macaulay bahwa apabila pada kontrak yang dibuat secara terencana dan memberikan sanksi hukum, sehingga lebih banyak keuntungan daripada kerugian bagi para pihak maka kontrak tersebut sangat bermanfaat. Akan tetapi apabila ternyata sebaliknya maka para pihak akan memilih tidak sesuai dengan kontrak yang dibuat(cenderung tidak melihat kontrak tersebut).
 
EFEKTIFITAS KONTRAK LISENSI PATEN DI INDONESIA
Friedmann mengemukakan bahwa hukum terdiri dari 3 komponen utama yaitu substansi, struktur dan kultur hukum. Untuk itu analisis terhadap efektifitas kontrak lisensi paten di Indonesia akan di tinjau berdsar 3 komponen utama di atas.
 
1.      Ditinjau dari Substansi Hukum
Dari substansi Undang-undang No. 14 tahun 2001, terdapat beberapa permasalahan berkenaan dengan pemberian lisensi paten bagi kepentingan alih teknologi di Indonesia meliputi:
a.       Sifat Eklusifitas dari Pemberian Lisensi Paten
Perjanjian lisensi paten mengenai dua jenis istilah, yakni lisensi paten yang bersifat eksklusif dan lisensi paten yang bersifat non-eksklusif. Undang-undang No. 14 tahun 2001 mengatur hak-hak khusus untuk pemilik paten atau pemegang paten untuk membuat, menggunakan, atau menjual produk atau proses yang dipatenkan olehnya sendiri atau memberikan kepada orang lain lisensi untuk membuat, menggunakan atau menjual produk atau proses yang dipatenkan tersebut. Perbedaan antara lisensi yang bersifat eksklusif dan non-eksklusif tidak teruraikan dengan jelas. Pasal 69 hanya menyebutkan bahwa pemilik paten berhak untuk memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan perjanjian lisensi dan meliputi ruang lingkup semua tindakan selama jangka waktu lisensi di seluruh wilayah Indonesia.
Pasal 70 menyatakan bahwa kecuali diperjanjikan lain, pemegang paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatannya. Dengan demikian, dapat ditafsirkan bahwa Indonesia menganut jenis perjanjian lisensi paten yang bersifat non-eksklusif. Namun batasan seperti apa pembagian eksklusif dan non eksklusif sekali lagi tidak tercantum dalam undang-undang ini.
Dibandingkan dengan Jepang, mereka menganut dua jenis perjanjian lisensi yaitu perjanjian eksklusif sen-yo (sen'yo jisshi ken) untuk hak penggunaan secara eksklusif, dan lisensi non-eksklusif tsujo (tsujo jisshi ken) yaitu hak penggunaan secara biasa atau lisensi non-eksklusif. Dalam perjanjian lisensi eksklusif sen-yo, perjanjian lisensi ini tidak sah berlaku bagi pihak ketiga hingga perjanjian tersebut terdaftar pada buku register kantor paten setempat. Barulah setelah proses tersebut penerima lisensi mempunyai hak untuk menghentikan pihak-pihak lain dari penggunaan tanpa hak atau tanpa izin terhadap penemuan yang dipatenkan itu. Selain itu, penerima lisensi berhak pula untuk menuntut melalui pengadilan gugatan ganti rugí terhadap pelanggaran yang terjadi. Hal iríi karena penerima lisensi eksklusif sen-yo mempunyai hak eksklusif atas pemanfaatan penemuan yang dipatenkan sehingga pemberi lisensi atau pemilik paten tidak dapat menggunakan penemuan yang dipatenkan itu di wilayah penerima lisensi, apabila tidak memperoleh izin dari penerima lisensi tersebut.
Dengan tidak tegasnya pengaturan mengenai jenis perjanjian lisensi paten dalam Undang-undang 14 Tahun 2001, maka dalam prakteknya justru berpotensi melemahkan posisi dari penerima lisensi karena hanya berlandaskan pada perjanjian antara kedua belah pihak, tanpa memperhatikan keeksklusifannya. Lemahnya posisi penerima lisensi akan berimbas pada terhambatnya pemanfaatan teknologi yang diharapkan. Terlebih lagi, kecenderungan pihak penerima lisensi yang notabene berasal dari negara berkembang yang cenderung memiliki posisi tawar lemah, jika mengadakan perjanjian dengan pihak-pihak yang berasal dari negara maju.
b.      Sistem Pembayaran Royalti
Royalti merupakan subsistem terpenting yang mempengaruhi kualitas hubungan antara pemberi dan penerima lisensi. Bagi pemberi lisensi, royalti adalah imbalan baginya karena telah menghabiskan waktu, biaya, dan percobaan untuk memperoleh penemuan baru tersebut. Sehingga sedapat mungkin pemberi lisensi atau pemilik paten berharap untuk memperoleh royalti yang tinggi dari penerima lisensi.
Perjanjian lisensi di Indonesia hingga saat ini masih berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Belum terdapat aturan yang membatasi para pihak yang terlibat dalam perjanjian lisensi. Dalam pasal 78, mekanisme pembayaran royalti hanya dijelaskan dalam lisensi wajib saja dimana dikatakan bahwa besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal. Selanjutnya, penetapan besarnya royalti ini dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim dilakukan dalam perjanjian lisensi paten atau perjanjian lain yang sejenis. Terhadap lisensi biasa, mekanisme pembayaran royalti diserahkan kepada perjanjian diantara para pihak.
c.       Tentang Jangka Waktu Lisensi
Terkait jangka waktu lisensi, Pasal 76 ayat 3 menyebutkan bahwa lisensi-wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama daripada jangka waktu perlindungan Paten. Sedangkan mengenai lisensi biasa kesepakatan berdasarkan pada persetujuan para pihak. Namun mekanisme mengenai jangka waktu lisensi ini bisa saja menimbulkan sejumlah permasalahan seperti apakah penerima lisensi masih harus membayar royalti meskipun paten itu telah berakhir atau kadaluwarsa atau telah menjadi milik umum? Dan apakah penerima lisensi atau orang lain harus menyatakan kepada pemberi lisensi, jika ia ingin memanfaatkan paten terhadap paten yang telah menjadi milik umum itu? Pada prakteknya, di Indonesia setelah jangka waktu lisensi paten berakhir, maka pemilik lisensi berusaha melindungi teknologinya dengan jenis perlindungan HKI lainnya.

Kondisi Alih Teknologi di Indonesia
Indonesia terancam kehilangan separuh Ahli Teknologi nuklir .

Indonesia bakal kehilangan hampir separuh tenaga ahli nuklir yang bertugas di Kementerian Riset dan Teknologi. Itu lantaran para ahli nuklir tersebut harus memasuki masa pensiun. "Banyaknya tenaga ahli nuklir yang masuk masa pensiun ini, tentu saja akan banyak berpengaruh pada program pengembangan teknologi dan energi nuklir," kata Kepala Pusat Reaktor Serbaguna GA Siwabessy Serpong, Alim Tarigan .
Saat ini Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) memiliki 3.000 pegawai dan ratusan orang diantaranya berstatus tenaga ahli. Mengantisipasi kekosongan tenaga ahli tersebut, Kemenristek kini memberikan beasiswa kepada ratusan putra Indonesia untuk mempelajari berbagai hal tentang nuklir. Kemampuan para tenaga ahli nuklir Indonesia saat ini belum berfungsi maksimal. Karenanya, masih banyaknya kendala program pengembangan energi nuklir di Indonesia. Pengembangan nuklir nasional, kata dia, belum mendapatkan dukungan dari masyarakat maupun perusahaan secara luas. Karena, masih ada kekhawatiran tentang berbagai hal akibat kurangnya sosialisasi tentang manfaat nuklir bagi perkembangan teknologi. "Terkendalanya program pengembangan energi nuklir di Indonesia, membuat para tenaga ahli yang ada tidak bisa dimanfaatkan keahliannya secara maksimal," katanya.
Padahal, tambah Alim Tarigan, Indonesia sudah sangat siap untuk mengembangkan nuklir menjadi energi guna mengantisipasi ancaman krisis energi. Lebih jauh, Indonesia sudah cukup berpengalaman dalam pengelolaan energi nuklir. Hal tersebut terbukti dari berdirinya reaktor serbaguna di sejumlah daerah seperti Serpong, Bandung dan Jogya sejak 26 tahun lalu. Sejauh ini keberadaan reaktor serbaguna tersebut untuk kepentingan penelitian, produksi, industri, kesehatan dan pertanian.
 
Peran Pemerintah Dalam Proses Alih Teknologi
Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam kerangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi, pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi[1]. Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama dalam kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan.Pihak-pihak dapat memulainya pada pengadilan negeri untuk menggunakan paten tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus memberikan royalti yang wajar kepada pihak pemegang paten tersebut.
Alih teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari negara maju berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi yang dibutuhkan. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut :
·         Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli perorangan.
Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi,yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menenqah.
·         Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
·         Perjanjian lisensi dalam teknologi si pemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memberikan hak kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan ketentuan perundang-undangan tentang penanaman modal asing merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.
Alih teknologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta, keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi Penanaman Modal Asing selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan, pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.
 
Kesadaran Masyarakat & Peranan IT Dalam Alih Teknologi
Atasi banjir dengan Teknologi canggih dan juga dengan Kesadaran Masyarakat

Di negara kita Indonesia ini, banjir merupakan suatu bencana yang ada dan muncul di setiap tahun, terutama Jakarta. Buruknya infrastruktur dan perencanaan tata kota yang tidak optimal yang akan menyebabkan banjir dan mengakibatkan tanah longsor, kerusakan jalan, bangunan, perumahan dan fasilitas umum lainnya. Pemerintah harus memikirkan cara baru untuk menangai masalh tersebut, agar bisa diatasi. Termasuk pembangunan infrastruktur, pemeliharaan jangka panjang, dan membutuhkan beberapa tenaga ahli teknologi untuk menciptakan terobosan-terobosan yang sangat efektif untuk masalah banjir ini.
Salah satu hal nyata yang bisa dijadikan sebagai solusi masalah ini adalah model 3D wilayah kota yang mampu membuat masyarakat umum memahami bagaimana dan hal apa saja yang perlu diutamakan sebagai upaya pemulihan setelah bencana, sehingga perbaikan dapat dilakukan sesegera mungkin. Model 3D tersebut dapat digunakan untuk merencanakan pembangunan kota secara lebih efektif di masa mendatang.
Selain itu model 3D ini juga dapat digunakan untuk meramal cuaca dan membaca tanda-tanda bencana yang mungkin akan terjadi. Dengan demikian, kita akan lebih mampu untuk mengantisipasi dan melakukan aksi-aksi pencegahan. Teknologi canggih itu juga tidak akan cukup tanpa adanya kesadaran masyarakatnya sendiri. Dibutuhkan kesadaran manusianya dan kemauan penuh untuk bekerja sama menaggulangi bencana banjir dan bencana-bencana yang lainnya.

Peran Ti Dalam Alih Teknologi
Pemanfaatan atau implementasi teknologi dalam alih teknologi akan memberikan dampak yang cukup signifikan bukan hanya dari efisiensi kerja tetapi juga terhadap budaya kerja baik secara personal, antar unit, maupun keseluruhan institusi.
Berdasarkan strukturnya, pemanfaatan teknologi informasi diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu:
  1. Perbaikan efisiensi : Pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan efisiensi diterapkan pada level operasional organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan penurunan waktu dan biaya proses.
  2. Perbaikan efektivitas : Pemanfaatan teknologi informasi untuk perbaikan efektifitas diterapkan pada level manajerial organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan kemudaan dan kecepatan memperoleh status pencapaian target organisasi.
  3. Strategic Improvement : Pemanfaatan teknologi informasi untuk strategic improvement (perbaikan daya saing) diterapkan pada level eksekutif organisasi. Pada kategori ini, pemanfaatan teknologi informasi diukur dengan kemudahan dan ketepatan pengambilan keputusan oleh eksekutif.

Lisensi Sebagai Salah Satu Mekanisme Alih Teknologi

A. Pengaturan Hukum Tentang Alih Teknologi di Indonesia
GBHN 1994 – 2004, Bab 1 A  dinyatakan bahwa Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komperatif ,sebagai negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah , terutama pertanian dalam arti luas , kehutanan , kelautan , pertambangan , pariwisata ,serta industri kecil dan kerajinan rakyat. Dan untuk mewujudkan hal tersebut maka pemanfaatan alih teknologi atas kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan mampu memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan masyarakat dan negara.
Untuk itu perangkat hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan pengaturan terhadap perkembangan baru khususnya dalam pemanfaatan alih teknologi tersebut . untuk itu alih teknologi harus dapat diatur secara hukum Indonesia, sebagai negara berkembang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi  dan memasukkan teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat yang menguntungkan bagi kepentingan nasional berarti akan memperbesar peranan tersebut Indonesia dalam upaya mensejahtrakan masyarakatnya .
Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam kerangka untuk masuknya teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi, pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi[1]. Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama dalam kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir segera dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan.Pihak-pihak dapat memulainya pada pengadilan negeri untuk menggunakan paten tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus memberikan royalti yang wajar kepada pihak pemegang paten tersebut.
Berdasarkan kategori di atas jelas terlihat bahwa penggunaan teknologi baru atau alih teknologi harus mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain, dan hal ini sejalan dengan persetujuan Pemindahan Teknologi Dalam Aspek-aspek Hukum Dari Pengaruh Teknologi, umumnya tentang tarif dan perdagangan yang merupakan perjanjian perdagangan yang pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas.yang diharapkan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi danpembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.
Persetujuan TRIP’s memuat norma-norma dan standard perlindungan bagi kekayaan intelektual manusia dan menempatkan perjanjian Internasional di bidang hak atas kekayaan intelektual sebagai dasar pengaturan hukum dalam bidang alih teknologi baik yang berkaitan dengan lisensi .Untuk itu perlu menjabarkan dengan tegas dan harus bagaimana mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik teknologi asing kepada teknologi Indonesia,sehinga produksi suatu teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.

B. Mekanisme Alih Teknologi yang Berlaku
Alih teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari negara maju berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi yang dibutuhkan. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut.5
  1. Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli perorangan.
Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi,yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini hanya cocok untuk industri kecil dan menenqah.
  1. Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
  2. Perjanjian lisensi dalam teknologi si pemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memberikan hak kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisensi.
Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan ketentuan perundang-undangan tentang penanaman modal asing merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.
Alih teknologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta, keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi Penanaman Modal Asing selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property Right). IPR telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan, pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.
Kita dapat melihat bahwa alih teknologi bukan merupakan hal yang mudah dan murah tapi sesuatu yang mahal. Membutuhkan perhitungan yang matang dalam kerangka memajukan teknologi dalam era globalisasi. Indonesia dalam menghadapi era globalisasi mau tidak mau harus berani menerapkan perjanjian alih teknologi dalam kerangka menghindarkan ketertinggalan dengan negara lain pada era globalisasi.
Globalisasi akan merupakan peluang bila mana kita siap dan dapat memanfaatkannya dengan baik serta berusaha mengatasi bahaya-bahayanya bagi kehidupan nasional. Sebaiknya akan menimbulkan musabab apabila kita tidak siap dengan global vision dan hanyut bersama sisi-sisi berbahaya bagi kehidupan nasional tersebut antara lain adalah saling ketergantungan antara bangsa semakin meningkat berlakunya standar-standar baku antara nasional di berbagai kehidupan kecenderungan melemahnya ikatan-ikatan etponosentrik dan ikatan-ikatan nasional, dominasi modal asing dan peran serta yang paling kuat, berkembangnya konsep kesejahteraan regional dan global serta perobahan sosial yang sangat cepat.Untuk itu perlu diperhatikan pengembangan peraturan akhir teknologi dengan memperhatikan peringkat hukum nasional, regional dan internasional.
Penerapan peraturan,tersebut sangat penting artinya dalam usaha memajukan produksi negara berkembang yang akan di pasarkan kepasar regional dan global untuk itu maka Indonesia harus segera menerapkan ahli teknologi dalam bidang penerimaan modal asing, paten dan merek. Lisensi merupakan cara untuk ahli teknologi perjanjian lisensi merupakan perjanjian antara pemilik teknologi dengan negara berkembang dalam memproduksi suatu produk.

C. Perjanijian Lisensi Dalam Alih Teknologi.
Pada umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki perundangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib, lisensi karena permufakatan dan lisensi karena berlakunya hukum.Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada pengaturan pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang dipergunakan.Lisensi karena permupakatan yaitu seorang atau badan hukum menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan patennya kepada orang lain melalui suatu kontrak.
Berdasarkan pada pernyataan di atas seseorang atau badan hukum dapat menggunakan teknologi orang lain untuk diproduksi, asalkan teknologi itu sudah melewati jangka waktu tertentu dan belum dilaksanakan di Indonesia dimana paten tersebut didaftarkan.Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan. Pasar dan penerima lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang paten dengan harga yang mereka sepakati bersama.Pasal 21 UU paten; Dalam suatu hal produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk pemegang paten berhak untuk melindungi paten tersebut.Dengan demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru dan dilisensi tanpa persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih dapat melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia.
Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi antara pihak asing dan Indonesia dapat didaftarkan perjanjian tersebut kepada kantor paten. Bagaimana kalau para pihak mamakai asas konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak mendaftarkan kontrak mereka ke kontor paten. Untuk itu diminta kepada investor asing untuk mendaftarkan lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat terlindungi.

 Kesimpulan
 
Dari uraian diatas tersebut maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut, diantaranya yaitu:
  1. Pengalihan teknologi diperlukan bagi negara berkembang untuk memajukan produknya dalam era globalisasi.
  2. Pengaturan tentang alih teknologi diatur secara tegas agar orang/badan hukum tidak dengan mudah mengalihkan teknologi asing.
  3. Perlindungan teknologi asing sangat diperlukan dalam rangka penanaman modal asing.
  4. Lisensi suatu alternatif untuk melakukan alih teknologi, dalam rangka mengejar ketinggalan teknologi.
Sumber :
  • http://kurniowen.blogspot.com/2012/06/kontrak-lisensi-alih-teknologi-di.html
  • Peter Mahmud Marzuki, Loc.cit
  • Sumantoro, Masalah Pengaturan Alih Teknologi, (Bandung: Alumni, 1993) halaman 59
  •  http://bukuarum.blogspot.com/2014/01/atasi-banjir-dengan-teknologi-canggih.html
  •  http://saifurublog.blogspot.com/2014/05/proses-alih-teknologi-di-indonesia.html
  •  http://ramaanggoro.blogspot.com/2014/05/proses-alih-teknologi-di-indonesia.html
  • http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/lisensi-sebagai-salah-satu-mekanisme-alih-teknologi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar